Tulisan kedua puluh sembilan dalam rangka 31 Hari Menulis.

Topik personal branding lewat digital marketing bukan materi utama saya, tapi kira-kira sudah sekitar 5-6 kali dibawakan ke publik di berbagai sharing session, seminar atau workshop. Sekitar tahun 2013, setelah saya menyampaikan materi ini, ada yang bertanya, “Kalau personal branding di social media, saya nggak jadi diri saya sendiri dong?”. Hal ini menarik untuk kita bahas lebih lanjut di #KelasPakAndin episode hari ini.

Kenapa sih kita perlu personal branding? Coba bayangkan skenario-skenario berikut ini :

  1. Mau ngelamar kerja, terus HRD / user googling nama kita.
  2. Setelah nyodorin kartu nama, calon partner bisnis search kita di LinkedIn.
  3. Masuk ke kantor baru, orang-orang follow Instagram kita.
  4. Abis kenalan sama cowok / cewek yang menarik, dia googling nama kita.
  5. Dan skenario-skenario lainnya yang memungkinkan profil kita diakses lewat digital

Sesuai teori Zero Moment of Truth dari Google, kalau orang sudah mencari kita, disitulah momen pengambilan keputusan, sebelum dia “membeli” kita. Kalau informasi yang dia dapatkan bagus, maka dia akan lebih yakin sama kita. Kebalikannya, kalau ternyata rekam jejak digital kita ada yang kurang bagus, meskipun sudah dilakukan bertahun-tahun lalu, bisa jadi boomerang juga seperti kasus Direktur Utama baru TVRI yang ramai 2 hari terakhir.

Gimana ya caranya untuk membuat personal branding kita nggak minus, minimal netral, syukur-syukur bisa positif? Mungkin beberapa tips ini bisa dicoba :

  1. Punya karakter yang kuat. Kita ingin dikenal sebagai orang yang seperti apa? Gaya khas kita seperti apa? Pola interaksi kita seperti apa?
  2. Konsistensikan nama panggung sebagai username. Misal :
    facebook.com/andinrahmana
    twitter.com/andinrahmana
    instagram.com/andinrahmana
    linkedin.com/in/andinrahmana
    andinrahmana.com
    andinrahmana@gmail.com
  3. Tampilkan sebaik-baiknya diri kita. Bukan berarti jadi orang lain atau nggak jadi diri sendiri, tapi tampilkan baik-baiknya diri kita. Karena orang akan punya persepsi tentang kita saat kita menampilkan keburukan kita. Kalaupun mau nakal, saran, pakai akun alter aja, kecuali memang kita mau dikenal karakter nakal itu.
  4. Pilih foto yang paling bagus yang kita punya. Jangan foto resmi atau pas foto. Smart casual lah istilahnya. Foto sendiri ya jangan foto berdua atau rame-rame. Pasang secara konsisten di semua social media kita.
  5. Coba punya website pribadi dengan domain .com. Isinya adalah tulisan kita yang relevan dengan industri yang kita tekuni, profil dan portfolio. Murah kok cuma 300an ribu setahun. Tapi kesannya professional dan canggih.
  6. Jual diri lewat bio dan profile. Tuliskan profesi kita, apa bagusnya kita dan apa yang biasa kita kerjakan. Yang penting secukupnya, tidak disombong-sombongkan atau tidak dikecil-kecilkan juga. Kadang kita suka nggak enak terlalu sombong. Padahal selama sesuai, ya nggak apa-apa, jelaskan aja.
  7. Tampilkan portfolio kita. Suka nyanyi? Upload videonya atau rekamannya. Suka menulis? Rutin update di blog. Designer? Upload portfolio di Behance. Suka fotografi? Jadikan Instagram sebagai album foto kita.
  8. Tetap manusiawi. Bukan berarti kita nggak boleh ngeluh sama sekali, tapi ya sewajarnya aja. Boleh menyuarakan idealisme atau opini kita, tapi secukupnya aja. Benci secukupnya, suka secukupnya.
  9. Bersosialisasi dengan orang lain. Kalau ada comment dijawab, kalau orang lain posting direspon. Kayak kita lagi sama tetangga aja. Jadi engagement juga bagus.
  10. Terakhir, aktif dan konsisten. Minimal mulai dari sekarang untuk posting di berbagai channel dan konsisten. Kalaupun nggak ada yang ngerespon, nggak apa-apa. Evaluasi, perbaiki, coba lagi.

Baiklah, kita akhiri sampai disini #KelasPakAndin di malam minggu ini. Ketemu lagi besok dalam episode terakhir dalam rangka 31 Hari Menulis. Selamat beristirahat!

Leave A Comment