Belajar Dari Mentor #1
Selain orang tua sebagai mentor terbesar dalam kehidupan ini, aku beruntung punya 2 orang mentor utama sepanjang kuliah, yang manfaatnya terasa sampai sekarang dan mungkin untuk seterusnya. Bukan berarti nggak ada orang lain yang punya peranan dan layak disebut mentor, mereka juga punya pengaruh. Tapi dua orang ini yang memberikan pengaruh paling besar. Untuk adik-adikku, carilah mentor untuk belajar banyak hal yang nggak diajarkan diluar sana.
Posting ini akan dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama ini akan menceritakan Tika Yusuf, mentor di Swaragama FM tahun 2011-2013.
Sebagai mahasiswa rantau, mengisi waktu selagi kuliah itu gampang. Mengisi waktu dengan berkualitas dan berfaedah untuk masa depan, itu yang susah. Tahun pertamaku di Jogja, berhasil dilewati dengan penuh hura-hura. Kerjaannya nongkrong, makan, nonton, main. Belajar, tapi ya nanti-nanti aja, prioritas kesekian. Cari uang juga sih dengan membuat web-weban, tapi kurang maksimal juga.
Setelah pulang dari pertukaran pelajar, pengen rasanya mengisi waktu dengan lebih baik. Akhirnya inner circle pun bergeser dari anak-anak gaul ke anak-anak rajin. Kegiatannya berubah jadi kerja kelompok dan belajar bersama untuk ujian. Lebih produktif dengan menyeriusi bisnis web-weban walau kecil-kecilan. Dan yang revolusiner adalah, daftar sebagai penyiar di radio anak muda nomor satu di Jogja.
Singkatnya, aku lolos dalam 20 besar calon penyiar dan aku dapat trainer galak namanya Tika Yusuf. Diantara trainer lainnya, Kak Tika dikenal paling disiplin. Telat training semenit disuruh pulang. Tiap awal latihan training fisik dulu, biasanya lari atau latihan vokal di depan halaman kantor. Dia setiap Senin-Jumat siaran pagi jam 5 dengan penuh energi, dan sekaligus bikin jadwal training yang tadinya jam 6 sore jadi jam 5 pagi juga. Kalau siaran sambil berdiri, pakai AC maksimal, dan pakai celana pendek.

Tika Yusuf
Dua bulan Kak Tika berusaha melatih aku untuk bisa masuk ke standar siaran Swaragama, dan hasilnya masih jauh dari harapan. Sudah ada kemajuan, tapi masih perlu banyak latihan. Akhirnya dia mengangkat aku secara personal sebagai asisten program yang menemani dan menyiapkan materi setiap jam 5 pagi, dan menemani dia manggung kemana-mana. Beberapa project dalam mengasisteni adalah membuat presentasi buat dia, untuk dibawakan di event Aqua di Benteng Vredeburg, dihadapan ratusan pengunjung dan peserta dari berbagai radio lainnya. Lalu menyiapkan program siaran yang on-air 12 jam dalam rangka siaran ulang tahun ke-12 Swaragama. Dan membuat social campaign Semoga Harimu Menyenangkan yang bisa mengumpulkan donasi lebih dari Rp 50 juta dalam 60 hari.
'Cari info lain ndin,iki ra mutu :))' @andinrahmana @wennyarifani @meganusa_PL
— Tika Yusuf (@tikayusuf) August 20, 2012
Ih, repot nggak sih Ndin? Nggak dibayar juga kan?
Itu dia seninya. Dari situ aku banyak belajar untuk menaikkan standar pelan-pelan. Dua tahun mengasisteni Kak Tika, aku jadi tahu banyak hal. Akhirnya juga jadi teman baik untuk ngobrol soal kehidupan. Cara melatih diri untuk disiplin. Cara memaksa diri untuk komitmen dan konsisten. Cara bikin program radio yang dicintai pendengar. Cara ngomong yang baik dan benar. Cara presentasi dengan penuh percaya diri. Topik yang menarik untuk dibicarakan orang-orang. Cara kenalan dan membangun jaringan dengan orang di sebuah acara. Cara mengenali passion. Cara menyusun mimpi dengan baik dan merencanakan cara menggapainya. Cara lebih dekat dengan Tuhan dan berdoa agar diarahkan jadi lebih baik.
Doa yang dikabulkan itu konversi dari tabungan kebaikan kita. – @tikayusuf #tikaisme
— (Mas) Andin Rahmana (@andinrahmana) August 29, 2012
"Nek sukses itu gampang, orang sedunia ya sukses." – @tikayusuf
— (Mas) Andin Rahmana (@andinrahmana) August 28, 2012
Akhirnya tahun 2013 Kak Tika memutuskan untuk nggak siaran lagi, lalu ikut program Indonesia Mengajar. Pelan-pelan aku melanjutkan kehidupan, dan ketemu lagi di Swaragama tahun 2015 dengan posisi sama-sama jadi manajer. Pepatah mengatakan, bekerjalah sampai idolamu menjadi rivalmu. Dan it happens. Tapi perjalanan jadi manajer di umur 23 tahun juga nggak lepas dari peran Kak Tika sendiri.
Pesan moral yang bisa diambil adalah, selagi masa mudah, carilah mentor dan daftarkan diri secara sukarela untuk jadi asistennya. Berkontribusilah dengan apa yang bisa kita lakukan, dan serap semua ilmunya. Ilmunya nggak akan habis kok dengan dibagikan ke orang lain. Bayarannya adalah, semua pengalaman yang akan bermanfaat untuk masa depan.
Itu mentor pertama. Yang kedua, dilanjut di posting selanjutnya ya.