
Tulisan ketujuh belas dalam rangka 31 Hari Menulis.
Merangkai kata memang bukan hal mudah, apalagi buat kita yang bukan pujangga ini. Banyak juga pertanyaan dari peserta kelas, gimana ya mas caranya bikin kata-kata yang engaging gitu buat headline dan caption kita di social media? Yuk kita coba bahas pelan-pelan di #KelasPakAndin episode kali ini.
Berbicara dengan Bahasa yang Sama
Kalau kita ngomong sama orang yang tinggal di Jawa dari lahir pakai bahasa Sunda, pasti nggak nyambung kan ya? Nah itulah yang terjadi kalau kita kurang mengenal target audiens kita dan nggak berbicara dengan bahasa yang sama. Istilah kerennya, are we on the same page? Contohnya seperti ini :
Sob, masih inget gak pengalaman lo waktu bisa nyetir mobil pertama kali? Deg-degan atau malah excited? Atau pernah sampe bikin penyok bumper mobil kesayangannya bokap kita?
“La lo la lo” ini akan relevan dengan segmen di Jabodetabek. Tapi saat ini diposting di akun nasional yang difollow orang se-Indonesia raya, kalimat ini jadi asing buat sebagian besar orang. Dan situasinya kurang relevan sama segmen kita. Akhirnya orang Surabaya, Jogja dan Palembang yang baca ini juga males mau ikutan. Coba gunakan kalimat yang umum dipakai banyak orang. Misal :
Pengalaman nyetir mobil pertama kali pasti deg-degan ya. Mobil jadi sering mati mesinnya karena salah injak kopling. Belum lagi kalau ada motor tiba-tiba motong jalan, sering jadi makin panik. Share yuk ceritamu soal nyetir pertama kali.
Bahasa Tutur vs Bahasa Tulis
Teorinya, apa yang kita tuliskan di social media itu seperti halnya apa yang kita ucapkan di kehidupan nyata kan? Kayak kita ngobrol aja gitu. Teorinya. Tapi kenyatannya, kadang kita terjebak pada bahasa tulis ala brosur saat mencoba menulis caption. Akhirnya, gaya bahasa jadi satu arah. Padahal udah bener tuh, kalau di social media, sebaiknya justru pakai bahasa tutur daripada bahasa tulis. Kita coba contohnya ya.
Bahasa Tulis :
Termometer Yuwell dapat memberikan pembacaan data yang akurat setiap saat dengan satuan pembacaan suhu celcius dan farenheit. Anda dapat menggunakan termometer ini pada bayi yang baru lahir (newborn), anak-anak, hingga orang dewasa.
Bahasa Tutur :
Kalau anak lagi demam, pasti langsung was-was ya Bu. Nggak tega gitu melihat mereka menggigil. Tapi ternyata kita tidak perlu panik kalau panasnya masih dibawah 38 derajat Bu. Coba deh diperiksa dulu, pakai termometer yang akurat seperti Termometer Yuwell ini. Kalau sudah diatas 38 derajat, baru dibawa ke dokter ya Bu.
Gunakan Persona
Kita akan lebih dikenal kalau kita punya karakter. Mamah Dedeh, karakternya meledak-ledak. Aa Gym, karakternya kalem dan santun. Ustad Maulana, karakternya agak riang dan energik. Nah karakter kita juga kelihatan nih dari tulisan kita di social media. Coba tentukan gaya yang khas kita.
Ini contoh persona dari seorang ustad yang segmennya adalah millenials.
mulut asem abis makan gak tadarus
— jek (@jek___) May 17, 2020
pahala mengaji di hari biasa
1 huruf 10 pahala
alif lam mim 3 huruf hanya sekali baca jadi 30 pahala. gimana kalo di bulan ramadanbisa2nya masih ada yang lebih tergiur ngetwit daripada ngaji ya 🤔
— jek (@jek___) May 16, 2020
Atau ini contoh postingan beneran dari Facebook Ibu saya. Engagement ratenya 11%. Beliau nggak pernah ikut kelas digital marketing.
Mi .. mi apa yg bikin nyesek di dada pas pandemic covid 19 kayak gini ?
Mintak duwit yg dipinjam temen, tapi dia nya lebih gualak…
Coba tentukan gaya khas kita, apakah motivator, jayus, galau, atau apapun itu yang kuat.
Terakhir, Keep It Strong, Clear & Simple
Apa yang mau disampaikan dan bagaimana cara menyampaikannya harus jelas. Jangan sampai kita terlalu muter-muter, jadinya message utamanya malah nggak nyampe. Contohnya :
Pacar kamu ganteng? Kaya? Kalo order GrabFood masih pake voucher nggak?
— Grab Indonesia (@GrabID) May 13, 2020
Kita bungkus dulu ya diskusi malam ini.
Semoga bermanfaat. Tetap semangat!