Halo!
Terbukti sudah, butuh motivasi ekstra untuk kembali menulis, setelah gelaran 31 Hari Menulis selesai. Tuh Ndin, cari motivasi lain gih yang bisa bikin kamu nulis rutin lagi, hehe.
Dalam perjalananku menuju tempat pertapaan di kaki Gunung Lawu, banyak banget spanduk-spanduk, baliho, bahkan billboard para caleg yang bertebaran dimana-mana. Dari yang isinya foto narsis, foto lagi (sok-sokan) peduli sama masyarakat kecil, sampai slogan-slogan ini-itu. Yang pasti, akan sangat butuh banyak biaya.
Nah pemilunya sendiri, yang akan dilaksanakan di 2014, pasti juga akan biaya yang sangat besar. Cetak surat suara, bikin bilik suara, ngasih uang saku panitia daerah, operasional penghitungan surat suara, dan seterusnya. Yang dipilih dari 3 kategori pula. Anggota DPR, DPD, terus presiden. Belum lagi kalau 2 putaran. Sayang banget sih sebenarnya sama duitnya. Kita yang bayar itu, yang ditarikin dari tiap kali bayar perpanjangan STNK, parkir, sampai beli ayam goreng di KFC.
Terus gimana dong, Ndin?
Seperti halnya posting ku sebelumnya, bukan nggak mungkin sebenarnya beberapa hal yang konvensional diubah ke digital. Biar lebih hemat, murah, mudah dan efisien gitu. Jadi waktu, biaya dan tenaga yang dikeluarkan pun jadi efektif. Salah satu yang aku kepikiran adalah Pemilu Digital.
Kayak gimana tuh Ndin sistemnya?
Gini. Yang pertama makan biaya banyak kan pencetakan surat suara dan bilik suara. Mari kita ganti keduanya dengan sistem digital, yaitu pakai satu komputer aja cukup. Toh katanya semua data kependudukan sudah digital dengan adanya e-KTP kan? Setiap orang cukup datang ke TPS, ngantri, lalu duduk di sebuah komputer, yang entah online atau offline (pakai server lokal), akan mencatat setiap pilihan masyarakat.
Screen pertama adalah masukkan nama no. ID, yang nantinya akan muncul biodatanya. Kalau benar, lanjut ke layar pemilihan. Dari sekian puluh calon DPD, DPR dan beberapa calon presiden, tinggal klik aja di mukanya. Klik, klik, klik. Selesai. Harusnya sih nggak sampai 3 menit. Harusnya lho. Kalaupun para pemilihnya belum bisa mengoperasikan komputer, ada seorang penjaga yang akan mengarahkan para pemilih yang butuh dibantu.
Setelah semua pemilih sudah “nyoblos” di komputer TPS tersebut, ditutuplah aplikasi pemilihannya, dan langsung bisa ketahuan saat itu juga hasilnya, tanpa perlu ada penghitungan suara. Mau curang dengan model gimana lagi? Kalau sudah disahkan oleh para saksi sesuai ketentuan seperti biasa, data tersebut bisa langsung dikirim ke KPU Daerah / Pusat untuk di rekap. Penghitungan suara nggak lagi makan waktu terlalu banyak.
Jadi, apa saja yang dihemat dalam sistem Pemilu Digital diatas? Uang, jelas. Nggak perlu lagi mencetak surat suara dikalikan sebanyak jumlah penduduk di daerah tersebut. Cukup 1 komputer. Komputer itu boleh dari pak RT, pak RW, warga, atau dari kelurahan. Yang penting komputer tersebut sudah dicek dan dinyatakan valid sebagai official tools buat pemilu digital ini.
Apalagi yang dihemat? Waktu dan Tenaga. Nggak perlu ada lagi yang repot-repot buat pendistribusian surat suara, penghitungan yang makan waktu, dan kemungkinan buat tuduhan manipulasi ini-itu. Jumlah orang yang harus repot makin sedikit, dalam waktu yang singkat pula.
Sebenarnya ada sih yang lebih praktis, yaitu semua orang tinggal akses ke web sentral pemilu KPU gitu misalnya. Ada beberapa verifikasi yang harus dimasukkan orang bersangkutan, untuk membuktikan itu benar-benar dia, dan silakan tinggal pilih calonnya. Nggak perlu keluar rumah, dan cuma perlu 5 menit. Hidup itu indah, kalau teknologi bisa dimanfaatkan dengan tepat.
Udah ah. Udah panjang nih. Semoga cita-cita ini bisa cepat kesampaian. Biar Indonesia makin maju, gitu. Selamat liburan!
Nanti Malah ada pemilu on domain dst